Senin, 29 Oktober 2012

Cerita Pendek Sekali Lagi

Cerita ini adalah lanjutan dari Cerita Pendek Sekali yang saya unggah beberapa waktu lalu....tepatnya 15 Desember 2011

Gadis itu memeluk bukunya erat sambil berjalan di sela-sela keramaian pusat kota siang itu. Matanya terus sibuk mencari partner kerja yang akan ditemuinya. Sesekali ia melirik jam tangannya untuk memastikan ia tidak terlambat lagi kali ini. Ia memang agak sibuk belakangan ini akibat beberapa kerja tambahan yang diambil untuk penghasilan tambahannya.
" Bruk!!!" tiba-tiba tubuhnya menabrak seseorang di depannya tanpa sengaja. Tubuh pria itu tinggi besar. Jauh di atasnya. Wajah itu. Ya, pria itu lagi. Wajah yang tidak mungkin dilupakannya. Wajah pria yang diam-diam pernah dicintainya semasa SMA. Pria yang dulunya pernah menjadi sahabat yang melindungi namun juga menyakiti saat persahabatan bukan lagi sekedar persahabatan. Atau paling tidak begitulah yang dirasakan si gadis.
Masayu. Gadis yang masih sama seperti dulu. Berambut ikal namun kini ia memilih memanjangkan poninya dan menyelipkan di ujung telinganya. Rambutnya masih panjang dan dibiarkan tergerai rapi di belakang punggungnya.
Postur badannya tidak terlalu bertambah. Masih mungil dengan tinggi 155 cm dan berat 47 kg. Kali ini ia lebih tinggi akibat kewajibannya menggunakan high heels yang membuat kakinya terlihat lebih jenjang.

"Maaf" ujar si gadis sambil mengambil beberapa naskah yang tercecer akibat kejadian itu. Pria itu ikut membantu.
'Semoga dia tidak melihatku' pikir gadis itu sambil mengambil beberapa kertas dan buku dari tangan pria itu. Tangan kanannya dengan cekatan mengacak poninya yang mulai panjang dan membuatnya menutupi wajahnya yang memerah.
"Terima kasih" ujar gadis itu lagi sambil tersenyum, masih menunduk dan bergegas pergi.
"Masayu?" tebak pria itu. 'Ternyata dia melihatku. Paling tidak, ternyata dia masih mengenalku' pikir gadis itu lagi.
" Hai" balas si gadis sambil tersenyum.
"Apa kabar?" tanya si pria
"Baik, seperti biasa" balas si gadis sambil melirik jam tangannya yang berwarna cokelat.
"Awalnya kupikir itu bukan kamu... Hey! kemana poni itu?" candanya sambil mengacak bagian depan rambut si gadis.
"Sudah panjang" jelas gadis itu sambil merapikan poninya dan menyelipkannya lagi ke belakang telinga.
"Buru-buru?" tanya si pria.
Namanya Raditya. Pria dengan tinggi 175 cm, rambut lurus yang sengaja dimodel acak seperti potongan jaman sekarang dan berkulit kecokelatan. Pria itu mengenakan kemeja biru muda dengan dasi biru gelap,  celana kain hitam dan sepatu pantovel layaknya para karyawan lain di daerah sana.
" Iya, duluan ya, ada wawancara kerja part time" senyum si gadis sambil melambai pelan. Lalu menghilang di balik kerumunan pekerja yang lain.
Ia mempercepat langkahnya, secepat degup jantungnya dan berharap si pria tidak lagi melihatnya.
Hampir lima tahun mereka tidak saling bertemu. Setelah si pria memutuskan untuk berpacaran dengan primadona di sekolahnya kala itu, hubungan mereka merenggang. Entah karena kesibukan masing-masing atau karena mereka yang saling menghindar. Begitulah 'kabar baik' yang akhirnya terjadi. Masayu memutuskan untuk pindah keluar kota selepasnya SMA dengan alasan jurusan yang ia pilih tidak ada di kotanya saat itu. Walaupun sebenarnya ia hanya ingin membuang jauh mimpi-mimpinya bersama Raditya.


Gedung itu berdinding putih bersih dengan dua pilar di depannya. Masayu mempercepat langkah kecilnya menuju receptionist untuk menjelaskan kedatangannya pagi itu.
"Tunggu di lantai tiga ya, si Bapak belum datang, seperti macet di jalan" jelas gadis yang duduk di belakang meja receptionist. Masayu mengangguk sambil tersenyum dan segera menunggu di tempat yang dimaksud setelah sebelumnya mampir ke kamar mandi perempuan untuk merapikan penampilannya yang tadinya acak-acakan.
Ia menunggu di ruang tunggu ruangan yang bertuliskan 'Direktur Utama' sebuah majalah ternama di negara itu. Ia bermaksud menjadi penulis lepas agar bisa menghasilnya tambahan-tambahan kecil dalam keuangannya.
"Silahkan masuk, Bapak sudah di dalam" sapa si sekretaris sambil membukakan pintu untuknya. Ia berjalan pasti sambil memeluk berkas dan tulisannya erat-erat. Ia langsung terpaku begitu melihat si pemilik ruangan yang duduk menghadapnya dengan tatapan sama kagetnya. Dia di sana. Radit. Lagi.
"Hai lagi" senyumnya. "Duduklah, aku ingin melihat tulisanmu" tambah pria itu.
"Hm... kupikir, um.... mungkin ini bukan ide bagus, yah aku baru belajar menulis, mungkin aku harus  mengedit beberapa kalimat dan... yah, ini berantakan sekali... hm... kupikir..."
"Biar kulihat dulu" potongnya.
Si gadis ragu-ragu namun tetap menyerahkan salah satu map yang berisi tulisannya. Tanyannya gemetar dan mulai basah. Map itu menggantung lama sebelum disambar dengan pelan oleh si pria.
"Duduklah" tambahnya lagi.
Si pria menatap gadis itu dengan rindu. Sudah berapa lama ia menghilang begitu saja? Hanya bisa dilihat lewat facebook yang diam-diam sering dilihatnya. Hanya bisa tenang setelah melihat status-statusnya yang bahagia dan begitu khawatir tanpa bisa berbuat apa saat statusnya bermasalah. Ia memang tak pernah punya hak untuk gadis itu.
Ia membuka map itu perlahan dan langsung tertegun begitu melihat judul tulisan yang bercetak tebal itu.
"Aku dan Pria SMA ku"
Si pria tersenyum geli, sekaligus lega tapi tetap bertanya-tanya.
"Kuharap ini tentang aku" ujarnya lirih sambil menatap wajah gadis di depannya yang mulai merona.
Si gadis hanya tersenyum malu, berusaha untuk tidak berlari seketika itu juga.

bersambung...

Kamis, 25 Oktober 2012

Hai, Manado

Manado, 17 Oktober 2012
Aku terbangun sebelum pukul lima pagi seperti biasanya. Memang tidak langsung mandi ataupun bersiap untuk hari ini, toh tidak ada yang mengejarku. Biasanya aku membuka kembali novel yang sebelumnya kubaca atau menyalakan dvd player untuk menonton serial korea yang sedang kuikuti, atau juga sekedar melihat-lihat isi facebook, twitter dan instagram ku.
Kali ini aku hanya bangun untuk mematikan AC yang membuat tubuhku serasa membeku lalu menyalakan televisi di kamar hotelku.
Hotel Aryaduta merupakan salah satu hotel bintang empat yang letaknya di kota Manado. Salah satu sumber mengatakan bahwa perjalanan dari Bandara Sam Ratulangi ditempuh sekitar 30 menit, namun aku dan si pak sopir hanya perlu waktu sekitar 20 menit karena sudah larut malam dan melewati jalan besar dan beberapa jalan tikus.
Aku mendapat kamar di lantai 9 dengan kota Manado sebagai pemandangan dari jendela. Malam itu suasana temaram akibat gerimis yang baru saja mengguyur kota itu. Kaca jendela kamarku tertutup air hujan yang membuatnya terasa lebih sejuk.
 
Hotel Aryaduta tampak depan
Lobby Depan
Hari kedua......
Hari itu tidak ada yang terlalu istimewa, karena hari itu aku hanya mengikuti acara sosialisasi. Salah satu atasanku merupakan salah satu narasumber pagi itu sehingga aku harus ikut menyiapkan hal-hal kecil yang masih diperlukan. Kuhabiskan sarapanku dengan cepat dan segera menyusul ke lantai 6 tempat diadakannya pelatihan.
View Lantai 6, kolam renang dan laut
Pelatihan berakhir sekitar pukul 06.30 malam dan akupun bersiap menikmati malam di kota itu. Beruntung aku punya teman yang bersedia menjadi tour guide semalam ku.
Dia bilang Manado bukan kota yang besar, bahkan lebih kecil dari Denpasar.
"Tempatnya ya segini-segini aja" teriaknya sambil mengatasi suara kendaraan di sebelah kami. Malam itu jalanan tampak basah akibat hujan pada siang harinya, namun tidak menyurutkan niat penduduk kota untuk sekedar nongkrong di tempat-tempat tertentu. Kali ini aku tidak memilih mall (seperti biasa) untuk tujuanku. Aku bilang padanya aku ingin tempat yang terkenal-terkenal saja.
Jadi, kami melihat pohon natal yang sempat menjadi pohon natal tertinggi se-asia, setelah sebelumnya menyantap sop babi yang memang terkenal di daerah itu.
Nah, itu pohon natalnya (walau ini unduhan dari internet)

Pohon natal jika dilihat dari dekat
Kami melanjutkan perjalanan ke salah satu patung yesus yang besar di kota itu.
"Aku tak tahu apa ini terkenal, tapi banyak orang yang ke tempat ini untuk sekedar mengambil foto" jelasnya. Aku merapatkan jaketku karena udara mulai terasa dingin. Jalanan mulai sepi. Aku mengambil beberapa foto yang bisa kuambil karena hari sudah malam dan aku tidak bisa naik ke atas bukit untuk mendapat view yang lebih baik.
ini patungnya :D
Nah, karena sudah pukul sembilan malam, kami segera ke tempat oleh-oleh untuk kubawa pulang. Setelah itu kami kembali ke hotel dan berakhir sudah perjalananku.

Manado... terima kasih :)

Rabu, 24 Oktober 2012

Catania

Lagi-lagi soal Italia. Kenapa?
Mungkin karena saya sangat ingin berwisata kesana namun belum juga kesampaian... (ya jelas,,, secara itu bukan lagi Asia dan sudah barang tentu harus merogoh kantong dalam-dalam yang saat ini sangat tidak memungkinkan untuk dilakukan).
Kali ini tentang Catania. Salah satu kota di negara tersebut (biar ga bosen ngomongin soal Roma melulu) yang tak kalah indah dengan kota lainnya. Walau hanya melihat dari situs-situs internet, yah cukup memuaskan mata saya memandang... Cukuplah buat kali ini, entah bagaimana dengan nanti :)
Saya tidak menemukan cerita istimewa dari kota ini... Yang saya tahu kota ini letaknya di Italia... Hmmm... Sepertinya saya harus lebih sering googling agar lebih mengenal kota ini lebih jauh sebelum mempublikasikan kesenangan saya dengan kota ini. Sejujurnya, bukannya saya senang dengan kota ini... hanya saja salah satu teman saya mengatakan bahwa kota ini indah. Itu saja.
Tapi apapun soal italia saya suka, makanannya, penoramanya, keromantisannya.... Ah... Entah kapan. Walau sekarang hanya dia angan-angan, saya harap nanti bisa melihat dengan mata sendiri.

 Menurut Wikipedia,
Catania adalah kota terbesar kedua di Sisilia, Italia dengan populasi 306.464 jiwa. Ia juga adalah kota dengan tingkat kepadatan terbesar kedua di pulau itu dan adalah ibu kota Provinsi Catania.
Catania terletak pada 37° 31'U 15° 04'T di pesisir timur pulau Sisilia, setengah perjalanan antara Messina dan Siracusa dan berada pada kaki gunung berapi aktif Etna.
Catania didirikan pada abad ke-8 SM oleh penguasa Yunani yang dipimpin oleh Evarco. Kota ini dulu pernah bernama Ætna, seperti gunung berapi tersebut, sekitar  480–461 SM dan juga pernah dinamakan Katane. Ia kemudian dihancurkan oleh gempa bumi pada 1169 dan 1693 dan oleh aliran lava yang melewatinya menuju ke laut.
Kota ini telah tujuh kali dikubur oleh lava dalam sejarah, sehingga kota-kota kunonya terkubur di bawah lapisan tanah sekarang.

Gaya bangunan khas itali

ramai juga ya...
 Nah, kira-kira begitulah... saya tidak bisa menggambarkan keindahannya secara detail, karena saya sendiri memang belum pernah kesana. Jadi, saya unggah beberapa foto yang saya unduh dari internet saja, biar kita sama-sama tahu keindahannya :)

Senin, 22 Oktober 2012

Lee

Namanya Lee.
Gadis 24 tahun yang tak sengaja kutemui di Bandara Sam Ratulangi Manado pagi itu. Gadis yang berperawakan sopan dengan jilbab putih yang menutupi rambutnya itu hanya mengangguk pelan sambil tersenyum simpul saat aku duduk di sebelahnya. Sambil menyantap sarapanku yang berupa roti semalam yang kubeli, aku mengajaknya berbincang ringan untuk menghabiskan waktu.
Katanya dia akan menemui ibunya yang sakit.
"Aku tak pernah melihatnya lagi sejak umurku lima tahun" ujarnya lirih. Tatapannya kosong seolah memikirkan banyak hal, mungkin bagaimana respon yang harus ditunjukkan ketika ia bertemu ibunya nanti.
"Ibu dan ayahku bercerai waktu itu, ayahku menikah lagi" jelasnya lagi tanpa kutanya. Bisa jadi karena tatapan penasaranku yang tak bisa kusembunyikan, atau hanya ingin membagi ceritanya dengan seseorang yang tidak akan ditemuinya lagi.
"Bagaimana dengan ibumu?" tanyaku pelan sambil menggigit rotiku yang dari tadi hanya kumainkan dengan jariku.
"Menikah juga di sana" senyumnya. Aku ikut tersenyum sambil berkata bahwa itu hal yang bagus ketika orang tuanya menemukan seseorang yang memang benar-benar mereka cintai. Entahlah apa aku berkata benar atau tidak, tapi aku berusaha menghiburnya dan membuat cerita hidupnya tidak terdengar menyedihkan, sambil mencari-cari cerita lain yang bisa membuatnya lebih merasa beruntung. Kemudian kami terdiam lama, sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing.
Suasana bandara mulai meramai dengan beberapa penumpang yang mulai berdatangan dan memenuhi kursi-kursi di sebelah kami.
"Ibumu sakit apa?" tanyaku untuk membuka lagi percakapan kami.
"Kanker rahim" balasnya singkat. Aku menangguk pelan sambil memandang sekeliling. Toko-toko dan kedai makan mulai dibuka serta panggilan-panggilan penerbangan mulai dikumandangkan. Kami bergegas menuju gate keberangkatan begitu dipanggil dan berjalan sendiri-sendiri akibat barang bawaan kami yang sama banyaknya. Kami saling melambai pelan sambil mencari tempat duduk masing-masing.
Begitulah kami bertemu. Ia sempat bercerita tentang temannya yang tinggal di Bali dan betapa inginnya dia pergi ke sini. Aku bilang bahwa ia harus ke sini karena di sini begitu indah, dan bukan hal yang mahal lagi jika hanya pergi ke sini. Entahlah, aku tak tahu bagaimana kondisi keuangannya, tapi dia bilang dia dulu bekerja di apotek, walau sekarang sedang menganggur entah karena alasan apa. Mungkin dia dulu sekolah di farmasi... atau hanya sampai SMA. Entahlah. Aku hanya bisa menebak-nebak karena hanya sampai di sana pertemuan kami.
Dear Lee,
Jika berjodoh, mungkin kita akan bertemu lagi suatu hari nanti. Kalaupun tidak, aku senang bisa menjadi orang yang kau percaya untuk menyimpan kisahmu. Aku yakin hidup tidak selalu menyedihkan, dan bukan berarti selalu bahagia. Hidup itu relatif, tergantung bagaimana kita menjalani dan menerima keadaan. Semua sudah punya jalan masing-masing. Begitu juga kau dan aku. Percayalah, bahwa Tuhan akan selalu menyayangi kita.

sampai lupa

 hai... sudah begitu lama... bukannnya aku tak ingin menulis lagi atau bagaimana... hanya saja terkadang aku tak punya waktu jika bisa dibil...