Selasa, 22 Januari 2013

Ingin Seperti Habibie_Ainun



Saya yakin hampir sebagian besar masyarakat Indonesia terutama pecinta dunia perfilman sudah menonton film yang satu ini. Habibie Ainun. Sebuah film yang diangkat dari kisah nyata salah satu pemimpin Negara Indonesia di jamannya.
Hari itu sebulan lalu sekitar tanggal 17 Desember 2012, saya dan beberapa teman ikut meramaikan salah satu bioskop yang terletak di daerah Kuta tepatnya di mall yang letaknya di depan antai Kuta, Beachwalk. Dengan modal ‘tiket titip beli di temen’ itu akhirnya kami mendapat giliran menonton pukul 19.00 Wita, dan kami harus berangkat 2 jam sebelumnya untuk mengantisipasi kemacetan yang terjadi akhir pekan itu.
Akhirnya kami sampi 30 menit sebelum film dimulai akibat kemacetan serta sulitnya mencari parkir di tempat itu, namun untunglah kami tidak melewatkan apapun. Film yang berdurasi 118 menit tersebut sukses menghipnotis saya malam itu. Dengan berbekal tissue dan beberapa camilan, saya begitu menikmati semuanya seolah saya yang berada di film itu, entah sebagai Habibie juga Ainun. Ah… siapa sih yang tidak terhipnotis dengan adegan-adegan itu? Apalagi itu adalah kisah nyata yang memang benar terjadi…
Hm… saya jadi ingin seperti mereka. Ingin seperti Habibie_Ainun. Mereka yang melewati hidup penuh dengan cinta dan kesetiaan sampai akhir hidupnya. Mereka yang menjalani hidup tanpa pernah menyesal dengan apapun yang mereka lewati, dan apapun yang mereka pilih. Itu bisa kan?

 Berikut ini kutipan isi surat Cintanya, yang saya petik dari  http://hiburan.kompasiana.com/film/2012/11/01/cinta-pertama-terakhir-pak-habibie-dalam-film-habibie-ainun-505191.html :

Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu. Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat, adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi……
“Saya dilahirkan untuk Ainun dan Ainun dilahirkan untuk saya”
……Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang, pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada,aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.
Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.
Selamat jalan, Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya, kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.selamat jalan sayang, cahaya mataku, penyejuk jiwaku, selamat jalan, calon bidadari surgaku ….
 BJ.Habibie

 Ada cuplikan film nya juga nih..... 


Senin, 14 Januari 2013

Happily Ever After


Lanjutan Cerita Pendek Sekali dan Cerita Pendek Sekali Lagi ...... tapi jangan ketawa baca endingnya... bukan lelucon, cuma buat garing-garingan aja :p

Gadis itu menatap pria di depannya dengan malu-malu. Rasanya seperti kembali ke masa SMA. Duduk bersama menanti makanan yang sudah mereka pesan untuk makan siang. Bedanya dulu lokasinya di kantin sekolah dan sekarang di sebuah restaurant mewah yang letaknya dekat dengan pegunungan tempat mereka melakukan kegiatan outbond kantornya. Masih mereka. Radit dan Masayu.

Radit yang masih bertubuh tegap dengan alis tebalnya, kini mengenakan kaus putih polos yang lebih memamerkan bentuk tubuhnya.  Ditambah celana pendek hitam yang membuatnya tampak lebih santai, tidak seperti biasa yang selalu menggunakan kemeja lengan panjang plus jas kerja yang sesekali dipakainya, kadang dengan dasi kadang juga tidak.

Hari ini hari terakhir outbond yang dilakukan untuk menjalin keakraban antar rekan kerja. Masayu yang merupakan penulis lepas di media itu juga wajib ikut memeriahkan acara. Benar. Akhirnya ia diterima bekerja sebagai penulis lepas di media tersebut karena tulisan-tulisan yang dibuatnya dianggap menarik dan menambah penjualan majalah tersebut dari hari ke hari.

“Hm… bagaimana kabarmu?” ujar si pria memulai percakapan.

“Saya baik, Pak” jawab si gadis sambil menyunggingkan senyum simpulnya.

“Gila ya kamu, masih aja panggil saya bapak, lupa lagi sama saya?” balasnya sambil terbahak.

“Ya saya ga enak aja… kan kamu nya sekarang jadi atasan saya”

“Sekarang kan ga lagi di kantor”

“Tapi tetep  aja acara kantor”

“Kamu itu, masih aja kayak dulu, ngeyel”

“Mmmm….”

“Tapi itu yang buat saya kangen sama kamu”

Si gadis sontak mendongak ke arah si pria lalu terdiam lama.

“Tapi kamunya yang ga kangen sama saya” lanjut si pria.

Si gadis pura-pura tak mendengar. Ia memandang langit di depannya sambil mengetukkan  jarinya sesekali di meja makan. Tak lama kemudian pelayan datang mengantar pesanan mereka. Mereka makan dalam diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Si gadis terlalu takut untuk memulai. Ia takut nantinya akan berharap lebih dan kembali jatuh seperti dulu.

***

Dia. Hanya seorang masayu. Gadis yang biasa-biasa saja. Rambutnya kali ini diikat ke atas menyerupai ekor kuda, namun beberapa helai dibiarkannya menjuntai di balik telinganya. Kakinya terus melangkah mengikuti beberapa rekan kerja yang juga ikut hiking pagi itu, sambil sesekali mengusap peluhnya yang mulai menetes di dahinya. Ia beberapa kali berhenti untuk mengabadikan suasana di sana dengan kamera pocket yang dibawanya.

Ia kembali berjalan sambil merapatkan sweaternya berkali-kali. Udara pagi itu masih menusuk tulang tapi keringatnya tetap saja keluar akibat pendakian kecil yang dilakukannya.

“Pakai ini saja….” Ujar seseorang dari belakang sambil menyampirkan selapis jaket tebal di bahunya. Ia menoleh perlahan. Lagi-lagi Radit.

“Eh, jangan, biar aja…” tolak Masayu. Tapi si pria memaksa dan akhirnya mereka berjalan beriringan. Rombongan pendaki lain tampak jauh mendahului mereka di depan.

“Bener nih, kamu ga ada kangen-kangennya sama saya?” Tanya si pria sambil mengenggam tangan si gadis yang kedinginan.

“Menurutmu?” balas si gadis. Ia langsung menghentikan langkahnya dan menatap pria itu dalam-dalam.

“Bertahun-tahun saya nyariin kamu, tapi ga pernah ada kabarnya” balas si pria.

“Buat apa?”

“Kamu marah sekali ya sama saya?”

“Buat apa saya marah?”

“Oke, berarti kamu marah”

“Engga, saya ga marah sama kamu, saya marah sama diri saya sendiri” jelas si gadis.

Si pria balas menatap. Mereka terdiam. Lama.

“Saya marah karena saya terlalu berharap sama diri saya sendiri” lanjut si gadis menjelaskan.

“Berharap apa?”

“Sudahlah, kita tertinggal jauh” si gadis mengingatkan sambil berjalan mendahului si pria, namun langkahnya tertahan oleh tarikan tangan si pria.

“Saya sayang sama kamu” ujar si pria. “Selama ini saya kayak orang gila karena ga bisa ketemu sama kamu”

“Saya ga kemana-mana kok”

“Saya tahu, tapi saya terlalu takut buat ngejelasin semuanya”

“Sudah lama sekali…..”

“Tapi saya tetep ga bisa ga sayang sama kamu…. Saya pengen kita ulang dari awal….”

“Kita ga pernah pisah kok,,, kita kan memang sahabatan”

“Saya pengen lebih dari itu. Saya pengen kamu jadi masa depan saya…”

“Kamu lucu… jangan bercandain saya segitunya deh”

“Saya serius, Masayu” kali ini ia mengenggam kedua tangannya sambil bertatapan.

“Ciyus??? Miapah??” balas si gadis sambil tertawa pelan.
Si pria mendelik tak sabar sambil tersenyum lebar. 
“Saya anggap itu Iya” ujar si pria sambil mengacak rambut si gadis. Lalu menggandeng tangannya menyurusi perbukitan yang mulai terjal. 
Matahari tampak mulai naik yang menandakan hari makin siang. Mereka berjalan beriringan sampai garis finish melewati tanjakan dan turunan serta beberapa ranting pohon yang menghalangi perjalanan mereka. Seperti perjalanan hidup yang akan mereka hadapi. Ada tanjakan dan turunan. Ada suka juga duka. Namun terus berjalan menghadapinya bersama. Dengan harapan bahagia pada akhinya. Happily Ever After



"Happily Ever After"


[Case]
Guess what I did today
Those were the words I said to you
It was last May, don't know the exact day
In my hand there was a ring
And you told me that you loved me
More than anything in your life
And I asked you would you do me
The honor of being my wife (yes I will)
I will be your man, your protector, your best friend
'Til my humble life is ended
Then time begins again (couldn't we)

Couldn't we please be happily ever after

We can be strong together for so long (our love goes strong so long)
Couldn't we please be happily ever after (couldn't we be, baby)
Leaving you never stays forever strong

[Case]

When I was away (umm...hmm)
Some friends became just faces
Some people grew apart
But you stayed right in my heart
In so many times, could picture this day inside my mind
And for so many years, ooh
I knew it would be you here with me, ooh (yes I will)
Take you for my wife, the center of my life
And I will never ever fade
From this choice I've made, ooh...oh

Couldn't we please be happily ever after (come on)

We could be strong together for so long (said my love is strong)
Couldn't we please be happily ever after (Couldn't we please baby)
Leaving you never stays forever strong (hey...ooh...hey yeah)

You don't have to look no further than me (don't look no further, baby yeah)

You don't need much more than my lovin' to make you happy (I'm so happy I'm so happy, babe)
Beneath the side of God, I will make this vow to you (come on baby)
I'll be right here, stay with me (stay with me, baby hey)

Couldn't we please be happily ever after (Said I wanna be...said I wanna be)

We could be strong together for so long (Our love is...)
Couldn't we please be happily ever after (Couldn't we please baby)
Leaving you never stays forever strong (No, No...Said No, No I will never leave you, ooh)

sampai lupa

 hai... sudah begitu lama... bukannnya aku tak ingin menulis lagi atau bagaimana... hanya saja terkadang aku tak punya waktu jika bisa dibil...