Namanya Masayu.
Gadis berponi dan rambut ikal sepinggang. Bukan gadis yang cukup dikenal di sekolahnya. Ia pintar, tapi bukan juara. Tidak cantik tapi tidak terlalu buruk. Bisa dibilang dia gadis yang biasa-biasa saja.
Seperti biasa ia duduk di sudut perpustakaan sambil membaca novel yang diambil dari salah satu rak di sekolahnya. Suka menyendiri, itulah dia. Terkadang ia suka jika terhanyut oleh khayalannya sendiri. Tentang masa depannya, tentang ramal-ramalan yang ia baca. Dasar pemimpi! Kadang ia juga suka menegur dirinya sendiri.
Suara ribut-ribut di halaman belakang sekolah membuyarkan lamunannya. Ia menutup bukunya dan segera ke tempat keributan bersama beberapa siswa yang juga tertarik.
"Si Radit... biasa lah" salah seorang dari mereka bergumam. Si gadis hanya tersenyum masam. Cerita yang sama, hampir setiap minggu. Selalu tentang "Si Populer" yang direbutkan oleh para pria. Namanya Putri. Cantik memang., tapi tak sehebat itu untuk direbutkan, dan entah kenapa pria-pria di sekolahnya masih saja mengagung-agungkan dia.
Udara terasa lebih panas siang itu. Masayu membasuh wajahnya yang terasa lengket di wastafel kamar mandi di sebelah kelasnya lalu mengusap dengan tisu yang dibawa seadanya. Saat itulah pria itu berjalan ke arahnya.
"Marah padaku?" si pria memulai pembicaraan. Radit. Sahabatnya sejak tiga tahun terakhir. Gadis itu hanya mengangkat bahu.
"Kau tak pernah mendengarkanku" balasnya kemudian. "Aku tak mau ikut campur urusan kalian lagi, tidak mungkin seorang Putri" tambahnya lagi.
"Entahlah, tapi kurasa dia menyukaiku... dan bayangkan bagaimana reaksi mereka kalau aku bisa mendapatkannya"
"Lalu?"
"Ya sudah... tunggu kabar terakhir saja, pasti kabar baik... aku janji" Si pria mengedipkan mata lalu berlalu.
Si gadis menghela nafas pelas. Kabar baik. Entah untuk siapa. Dan ia hanya bisa menunggu.
Gadis berponi dan rambut ikal sepinggang. Bukan gadis yang cukup dikenal di sekolahnya. Ia pintar, tapi bukan juara. Tidak cantik tapi tidak terlalu buruk. Bisa dibilang dia gadis yang biasa-biasa saja.
Seperti biasa ia duduk di sudut perpustakaan sambil membaca novel yang diambil dari salah satu rak di sekolahnya. Suka menyendiri, itulah dia. Terkadang ia suka jika terhanyut oleh khayalannya sendiri. Tentang masa depannya, tentang ramal-ramalan yang ia baca. Dasar pemimpi! Kadang ia juga suka menegur dirinya sendiri.
Suara ribut-ribut di halaman belakang sekolah membuyarkan lamunannya. Ia menutup bukunya dan segera ke tempat keributan bersama beberapa siswa yang juga tertarik.
"Si Radit... biasa lah" salah seorang dari mereka bergumam. Si gadis hanya tersenyum masam. Cerita yang sama, hampir setiap minggu. Selalu tentang "Si Populer" yang direbutkan oleh para pria. Namanya Putri. Cantik memang., tapi tak sehebat itu untuk direbutkan, dan entah kenapa pria-pria di sekolahnya masih saja mengagung-agungkan dia.
Udara terasa lebih panas siang itu. Masayu membasuh wajahnya yang terasa lengket di wastafel kamar mandi di sebelah kelasnya lalu mengusap dengan tisu yang dibawa seadanya. Saat itulah pria itu berjalan ke arahnya.
"Marah padaku?" si pria memulai pembicaraan. Radit. Sahabatnya sejak tiga tahun terakhir. Gadis itu hanya mengangkat bahu.
"Kau tak pernah mendengarkanku" balasnya kemudian. "Aku tak mau ikut campur urusan kalian lagi, tidak mungkin seorang Putri" tambahnya lagi.
"Entahlah, tapi kurasa dia menyukaiku... dan bayangkan bagaimana reaksi mereka kalau aku bisa mendapatkannya"
"Lalu?"
"Ya sudah... tunggu kabar terakhir saja, pasti kabar baik... aku janji" Si pria mengedipkan mata lalu berlalu.
Si gadis menghela nafas pelas. Kabar baik. Entah untuk siapa. Dan ia hanya bisa menunggu.
cukup membingungkan ceritanya
BalasHapushai kikils.... ada lanjutannya... maklum nulisnya sambil sambilan jd agak ngalor ngidul alurnya :)
Hapushai kikils.... ada lanjutannya... maklum nulisnya sambil sambilan jd agak ngalor ngidul alurnya :)
BalasHapus