Gadis itu menatap cermin di depannya dengan gamang. Gadis
yang dipandangnya membalas pandangannya dengan sama gamangnya. Wajahnya berkerut
entah karena kesal atau sedih. Yang pasti terlihat seperti sedang memendam
sesuatu, entah amarah, cerita sedih atau kebingungan. Matanya sembap tapi tidak ada air mata lagi. Habis sudah. Rasanya si
gadis sudah menangis berhari-hari sampai wajahnya mulai kusut, hidung dan pipinya
memerah akibat diusap berkali-kali.
“Ada apa?” tanya si Gadis pertama.
“Entahlah, hanya saja rasanya semua kacau” balas si Gadis
kedua.
“Mengapa bisa?” tanya si Gadis pertama lagi.
“Aku juga ingin menanyakan hal yang sama” jawab si Gadis
kedua.
Lalu mereka terdiam. Lama. Sementara langit di luar jendela
mulai kelabu. Sinar matahari yang tadinya menerangi wajahnya mulai turun
perlahan digantikan sinar rembulan yang lebih redup tapi masih memiliki cahaya.
“Mengapa kita terlalu berlarut-larut?” tanya si Gadis
pertama. Gadis kedua hanya terdiam. Lalu tersenyum. Matanya menerawang begitu
juga dengan pikirannya.
“Kenapa kita tidak mulai bangkit?” usul si gadis kedua.
“Aku tidak yakin aku bisa” balas di pertama.
“Pasti bisa jika kita bersama” si gadis kedua memastikan.
“Peluk saja aku” pinta si gadis pertama.
Si gadis kedua hanya terdiam, tidak tersenyum juga tidak
menunjukkan kesedihan.
“Kenapa? Kenapa kau diam?” si pertama mulai berteriak.
Si kedua berdeham pelan lalu tersenyum.
“Bagaimana bisa aku memelukmu jika aku adalah kamu”
Lalu mereka mulai tergelak.
“Yah, dari dulu pun kita selalu sendirian, kan? ”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar